Sunday, September 6, 2020

Suara Wanita, Aurat Kah??

https://i.ytimg.com/vi/-pimB0rL_h8/hqdefault.jpg

Perempuan mempunyai berbagai sudut aspek kehormatan yang patut dijaga, tak hanya kewajiban menjaga aurat. Tetapi juga suara. Mengapa demikian? 

Dalam kitab al-Fiqhu ‘ala Madzhab al-Arba‘ah yang ditulis Abdurrahman al-Jaziri, disebut para ulama mempunyai perbedaan pendapat perihal suara perempuan.

Pasalnya, suara lebih mendekati fitnah daripada suara gemerincing gelang kakinya. Dalam surat an-Nur ayat 31 Allah berfirman,

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Karena alasan tersebut, ahli fikih memakruhkan azan perempuan karena azan membutuhkan suara yang keras. Atas dasar ini, perempuan diharamkan bernyanyi dengan suara keras bila terdengar oleh laki-laki bukan mahram, baik nyanyi diiringi alat musik atau tidak diiringi. 

"Keharaman itu bertambah bila nyanyian perempuan itu mengandung unsur yang dapat mengobarkan syahwat seperti menyebut cinta, rindu dendam, deskrispsi perempuan, mengajak pada maksiat, dan lain sebagainya,” tulis Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitab tersebut.

Sementara itu, Syekh Wahbah az-Zuhayli dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhmenulis bahwa suara perempuan menurut mayoritas ulama bukan aurat karena para sahabat/tabiin laki laki mendengarkan atau memahami hukum agama/riwayat hadis dari para istri Rasulullah SAW.

Mayoritas ulama memandang suara perempuan tidak termasuk sebagai aurat. Namun jika suara yang dikeluarkan dapat menimbulkan hal-hal buruk atau mudharat, dibuat mendayu-dayu, maka suara perempuan menjadi haram untuk didengar banyak orang.  Keharaman mendengarkan suara perempuandalam bentuk apapun baik itu tadarus, tilawah, nyanyian, atau sendandung, terletak pada kemunculan fitnah. 

Dalam QS al-Ahzab ayat 32, Allah SWT berfirman, "Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya."

Ayat ini diturunkan untuk memperingatkan umat Muslim, khususnya perempuan agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suara. Allah juga melarang wanita untuk tidak berkata dengan lemah lembut dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Maka dari itu, lebih baik muslimah berbicaralah seperlunya saja dengan laki-laki yang bukan mahram.

Kesimpulannya, pendapat para ulama berbeda tentang suara wanita, tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa suara wanita tidak termasuk aurat, sehingga orang yang bukan mahram boleh mendengarkan suara wanita dalam bentuk bicara, orasi, ceramah agama / ilmiah, tilawah, tadarrus, bernyanyi / senandung, selama masih aman dari fitnah (tidak menimbulkan syahwat yang mendengarkan, mendatangkan kemudharatan), seperti contoh, istri Rasul SAW juga menyampaikan / memahami hukum agama, meriwayatkan hadist dari Rasul kepada sahabat / tabiin, dan yang tidak boleh adalah suara mendesah atau mendayu-dayu seperti merayu.

Previous Post
Next Post

0 komentar: