https://i.ytimg.com/vi/-pimB0rL_h8/hqdefault.jpg |
Perempuan mempunyai berbagai sudut aspek kehormatan
yang patut dijaga, tak hanya kewajiban menjaga aurat. Tetapi juga suara.
Mengapa demikian?
Dalam kitab al-Fiqhu ‘ala Madzhab al-Arba‘ah yang
ditulis Abdurrahman al-Jaziri, disebut para ulama mempunyai perbedaan pendapat
perihal suara perempuan.
Pasalnya, suara lebih mendekati fitnah daripada suara gemerincing gelang kakinya. Dalam surat an-Nur ayat 31 Allah berfirman,
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ
يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ
أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ
أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ
بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ
جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau
putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Karena alasan tersebut, ahli fikih memakruhkan azan
perempuan karena azan membutuhkan suara yang keras. Atas dasar ini, perempuan
diharamkan bernyanyi dengan suara keras bila terdengar oleh laki-laki bukan
mahram, baik nyanyi diiringi alat musik atau tidak diiringi.
"Keharaman itu bertambah bila nyanyian
perempuan itu mengandung unsur yang dapat mengobarkan syahwat seperti menyebut
cinta, rindu dendam, deskrispsi perempuan, mengajak pada maksiat, dan lain
sebagainya,” tulis Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitab tersebut.
Sementara itu, Syekh Wahbah az-Zuhayli dalam kitab
al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhmenulis bahwa suara perempuan menurut mayoritas
ulama bukan aurat karena para sahabat/tabiin laki laki mendengarkan atau
memahami hukum agama/riwayat hadis dari para istri Rasulullah SAW.
Mayoritas ulama memandang suara perempuan tidak
termasuk sebagai aurat. Namun jika suara yang dikeluarkan dapat menimbulkan
hal-hal buruk atau mudharat, dibuat mendayu-dayu, maka suara perempuan menjadi
haram untuk didengar banyak orang. Keharaman
mendengarkan suara perempuandalam bentuk apapun baik itu tadarus, tilawah,
nyanyian, atau sendandung, terletak pada kemunculan fitnah.
Dalam QS al-Ahzab ayat 32, Allah SWT berfirman,
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain
jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan
mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya."
Ayat ini diturunkan untuk memperingatkan umat
Muslim, khususnya perempuan agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suara.
Allah juga melarang wanita untuk tidak berkata dengan lemah lembut dengan
laki-laki yang bukan mahramnya. Maka dari itu, lebih baik muslimah berbicaralah
seperlunya saja dengan laki-laki yang bukan mahram.
Kesimpulannya, pendapat para ulama berbeda tentang
suara wanita, tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa suara wanita tidak
termasuk aurat, sehingga orang yang bukan mahram boleh mendengarkan suara
wanita dalam bentuk bicara, orasi, ceramah agama / ilmiah, tilawah, tadarrus,
bernyanyi / senandung, selama masih aman dari fitnah (tidak menimbulkan syahwat
yang mendengarkan, mendatangkan kemudharatan), seperti contoh, istri Rasul SAW
juga menyampaikan / memahami hukum agama, meriwayatkan hadist dari Rasul kepada
sahabat / tabiin, dan yang tidak boleh adalah suara mendesah atau mendayu-dayu
seperti merayu.
0 komentar: